CERPEN, Tugas Bahasa Indonesia


HUJAN DAN SAHABATKU

Hujan yang mengguyur tubuhku memaksa kakiku melangkah lebih cepat. Agak berlari menuju salah satu halte Bus yang berada di depan sekolahku. Meskipun jarak sekolahku dan rumahku beberapa kilometer, sepulang sekolah aku memilih menaiki kendaraan umum. Kesibukan yang bertambah pada sore hari, terkadang menjadi salah satu yang dapat di nikmati. Orang-orang berjalan cepat, berburu dengan waktu, asap dari knalpot kendaraan, pada saat-saat tertentu menjadi menarik. Hujan masih turun, dan DP (Dapur Dua belas) yang ditunggu belum juga tiba aku melihat 2 anak MTs berlarian di trotoar bermain-main dengan lebatnya hujan. Tanpa kusadari aku tersenyum melihat mereka, dan pikiranku menerawang jauh, kembali 4 tahun silam, dimana aku masih berseragam putih biru, masa yang menyimpan jutaan kenangan indah, tentang sosok yang sangat aku rindukan.

Hari itu sekitar akhir 2012 juga turun hujan, aku dan dia berlari-lari kecil menuju gerbang sekolah. Gerbang itu cukup besar terdapat ukiran nama sekolahku dengan huruf kapital MTs Negeri Batam, di kelilingi oleh tembok tinggi berwarna pucat. Dia yang bersamaku adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki, namanya Yadi Putra. Yadi adalah teman pertama yang aku kenal semenjak sekolah di situ, Yadi itu orangnya ya sedikit nakal, tapi dia setia kawan, dan sebenarnya sosok yang cukup pintar bahkan lebih pintar dari aku, meskipun dia sering bolos, nilai-nilainya sangat bagus. Tak pernah sekalipun kulihat dia bersedih, entahlah aku anggap hidupnya selalu bahagia. Dia sering kali bolos dari pelajaran Matematika, tak pernah aku tau ke mana dia pergi saat membolos. Dia hanya menjawab jika dia pergi ke suatu tempat untuk menghindari guru. Dia adalah sosok yang hebat, dia selalu ada di sampingku, persahabatan kami sanggatlah indah. Saat itu jam istirahat ke-dua selepas sholat Dzuhur kami pergi ke kantin saat perjalanan, “Panggilan kepada Yadi dari kelas 8-D harap menemui bapak kepala sekolah di ruang kepala sekolah sekarang juga, sekali lagi panggilan kapada Yadi Putra dari kelas 8-D harap ke ruang kepala sekolah sekarang juga terima kasih. ”Terdengar jelas pengumuman dari mikrofon sekolah di telingaku dan bertanya-tanya kenapa dia di panggil pak kepala emang salah apa dia? Banyak pertanyaan yang muncul di kepalaku “Ari aku di panggil kepala sekolah, kau pergi saja duluan ke kantin nanti aku menyusulmu kalau sempat ya.” Kata Yadi dan langsung pergi ke ruangan kepala sekolah. Saat sepulang sekolah dia terlihat sangat tergesa-gesa.
"Yad…kau mau ke mana? Buru-buru amat.” Aku bertanya sambil menghentikan langkahnya.
“Aku ada urusan Ri , sorry aku hari ini gak bisa ikut belajar di rumah mu."
“Iya, memang kau mau ke mana? Aku antarin ya kau nampak pucat kali itu. kita naik DP aja.” Pintaku agar aku tau tujuannya.
“Etdah...kagak usah Ri!! Aku baik-baik aja kok. Lagian aku bisa sendiri, kau pulang aja udah ditunggu ibumu di rumah.”
Yadi langsung pergi tanpa menghiraukan hujan yang membasahi tubuhnya serta aku pun berusaha mengejarnya, tapi dia hilang di antara keramaian, dan sempatku lihat dia menaiki sebuah angkutan umum.
“Heemm, mau ke mana dia? Itu kan bukan arah rumahnya?Gumamku dalam hati. Sejak itu dia berubah, dia bukan seperti Yadi yang aku kenal, aku merasa seperti ada jarak antara kami. Dia sangat jarang masuk sekolah. Sekalinya masuk, dia seolah menghindariku. Entah sudah berapa puluh sms, dan chat yang aku kirim padanya namun tak ada satu pun yang dibalas.  
        Dan beberapa minggu sebelum Ujian Nasional berlangsung dia tak pernah lagi masuk sekolah. Aku mendapat kabar bahwa dia pindah dan berhenti sekolah. Aku sebagai teman merasa sangat marah, aku marah karena dia pergi begitu saja. Dia pergi tanpa mengucapkan perpisahan, dan dia pergi tanpa menghadiri pesta ulang tahunku. Seusai pembagian ijazah, aku kembali datang ke rumahnya yang kotor, terlihat bahwa selama ini tidak dihuni. Warga sekitar mendengar kabar bahwa dia dan keluarganya pindah rumah, namun tak ada yang tau alamat pastinya. Hari-hari terakhir sangat membosankan. Kemudian aku melanjutkan SMA ku di MAN Batam Hari demi hari aku berharap mendapat kabar dari Yadi, hingga suatu hari ada seseorang menggunakan baju warna oranye dan tertulis KANTOR POS di bajunya “Permisi, apa benar ini rumah Bapak Ari Saputra?” Tanya bapak itu padaku. “Maaf saya Ari Saputra tapi saya masih muda pak, sama masih umur 19 tahun masalahnya pak.” Jawabku sekenanya, “Haha… Iyalah dik itu hanya formalitas saja, jangan di anggap serius dong. Yasudah silahkan adik tanda tangan disini sebagai tanda terima.” Jelas bapak itu, dan aku langsung menanda tangani suatu surat tersebut. “Kalau begitu ini surat dan barang-barangnya tolong diterima, kalau begitu saya permisi.” Bapak pos itu pun pergi aku langsung membawa barang-barang tersebut ke dalam kamarku dan langsung membuka surat yang di kasih oleh pak pos tadi.

Sahabatku Ari
Ri, maaf karena aku gak pernah kasih kabar ke kau, aku cuma gak mau ngelibatinmu dalam masalah aku, maaf aku gak bisa datang saat kau ulang tahun, padahal aku pengen banget datang, tapi aku gak bisa Ri, hari itu aku ke rumah sakit, aku harus ikut kemoterapi, aku mengalami AIDS, selama ini jadwal Matematika kita bertepatan dengan jadwal kemo aku Ri, makanya aku gak pernah ngajak kau pergi, ingat ya aku gak bolos lo aku dah izin sama guru J. Maaf juga karena aku gak pernah kasih tau kau keadaan aku yang sebenarnya, aku gak bisa melihat sahabatku  yang cakep kayak kau sedih. Aku pindah rumah, kerana di sini lebih dekat dengan rumah sakit. Aku sempat beberapa kali melihatmu, aku selalu ada di sisimu Ri, Aku bahagia sekarang karena mungkin kau sudah masuk MAN dan ngambil kelas IPA yang kau suka itu. Aku bahagia bisa sempat kenal samamu, makasih untuk semuanya, ini ada surat-surat yang aku buat di setiap ulang tahunmu, ada juga kado-kado buatmu, mungkin setelah kau terima ini semua, gua udah gak ada lagi di dunia ini Ri, tapi aku akan selalu ada di hatimu Ri, kita akan tetap jadi sahabat Ri, apa kau ingat saat kejadian kecelakaan di pinggir jalan dan kita mengapdikan seluruh ilmu Pertolongan Pertama PMR kita disitu, ;-)

Sahabatmu

Yadi Putra

Air mata tak mampu aku bendung lagi, aku menangis. Aku masih tak percaya bahwa Yadi telah tiada. Kenapa dia menggunakan emot senyum di suratnya yang justru tambah menyakitkan bagiku. Aku membaca kembali surat itu di bagian kalimat terakhir apa kau ingat dengan kejadian kecelakaan di pinggir jalan seketika pikiranku tak karuan, dan akhirnya aku mengingatnya saat itu aku dan Yadi sedang berjalan tiba-tiba kami melihat ada banyak kerumunan orang kami pun penasaran dan langsung ikut berdesakan dan melihat banyak darah berceceran sampai-sampai mengenai sepatu kami berdua “Permisi bapak ibu semuanya beri kami ruang untuk menolong korban!” kata Yadi dengan sigap mengambil alih semua perhatian “Ari, korban mengalami perdarahan yang sangat banyak dan korban mengalami syok karena mengalami banyak kekurangan darah, ayo kita harus mengambil keputusan?” Tanya Yadi padaku tiba-tiba padaku dan aku pun terkaget bagaimana bisa dia nekat melakukan itu padahal ilmu ini tidaklah seberapa, “Yadi tapi kita tak mempunyai barang APD dan itu berbahaya.” Jawabku dengan tegas padanya. “Kita bisa menggunakan APD darurat. ”Jawabnya, dan dia langsung mengambil tindakan tanpa memikirkan jawabanku selanjutnya, dan keselamatan dirinya sendiri. aku hanya bisa membantunya dari jauh karena disaat seperti ini darah sangatlah berbahaya bagi seseorang, apalagi yang tak di kenal siapa itu orangnya, ia menggunakan izin darurat sangatlah gegabah mungkin di saat itu aku hanya orang yang lemah, mungkin hanya Yadi lah sosok yang pemberani. Saat membaca surat itu aku langsung menuju alamat yang terdapat pada kotak itu dan ternyata benar. Aku di antarkan oleh ayahnya ke makam Yadi. Aku bersimpuh lemas dihadapan makamnya, saat perjalanan ayahnya cerita tentang penyakit anak kesayanganya itu. “Nak kamu teman baiknya Yadi ya? Bapak tak menyangka Yadi bisa punya teman baik seperti kamu nak, saat di akhir hidupnya dia meminta bapak mengirimkan barang-barang yang telah ia kumpulkan selama 3 tahun itu, perjuangannya melawan virus HIV sangatlah hebat.” Dia yang kunanti selama ini telah tiada. Lagi-lagi hujan turun menemani kesedihanku.
"Hey, kak Ari... kok melamun aja sih, ayo naik tuh busnya udah sampai."
Aku disadarkan oleh Putri, sosok cantik yang menemani hariku kini, hujan telah reda. Makasih Yadi, kau telah mengajarkan banyak hal padaku tentang arti persahabatan yang sebenarnya, tentang perjuangan hidup dan cara mensyukuri apa pun keadaan kita sekarang. Aku selalu mengenangmu setiap hujan yang turun, hujan yang hadir di saat pertemuan pertama dan terakhir kita.

Komentar